KabarDunia.com – Ekonomi | Indonesia masih terus mengalami defisit perdagangan yang utamanya disebabkan karena tingginya impor minyak. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan Juli 2013 mencapai USD 2,31 miliar atau setara Rp 25,1 triliun dan menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
BP Chief Economist Christof Ruhl memandang wajar defisit perdagangan di Indonesia. Kondisi ini selalu dialami oleh negara yang rajin melakukan impor minyak dan masih menerapkan pemberian subsidi yang besar. Ruhl mengatakan, di negara yang menerapkan subsidi BBM seperti Indonesia, konsumsi tinggi karena harga relatif murah.
“Konsumsi energi di negara yang ada subsidi secara umum tinggi karena harga relatif rendah. Sementara market non regulated, konsumsi biasanya lebih tinggi negara yang ada subsidi BBM,” kata Ruhl dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (3/9).
Selain itu pemberian subsidi yang besar juga berpotensi membuat defisit anggaran makin tajam. Kedua hal ini sangat berkaitan mempengaruhi keuangan dan perdagangan.
“Ada hubungannya dengan subsidi BBM dan impor fuel yang tinggi. Ada dua kelompok subsidi BBM tinggi dan mahal, akan mengakibatkan defisit tadi, kemudian konsumsi tinggi dan produksinya tidak mencukupi,” tegasnya.
Defisit anggaran dan defisit perdagangan dinilai sangat mengkhawatirkan. Terlebih di tengah gejolak krisis global yang belum pasti.
Masih subsidi dan impor BBM, Indonesia sulit keluar dari defisit