KabarDunia.com – Nasional | JAKARTA,Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tidak akan serta merta mengeluarkan areal yang diklaim sebagai hutan adat dari dalam pengelolaan konsesi pengusahaan hutan. Pengakuan hutan adat harus diperkuat dengan peraturan daerah (perda) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Solusi yang paling ideal jika di dalam pengelolaan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) terdapat hutan adat adalah dengan membangun kemitraan di antara masyarakat hukum adat dengan pemegang izin.
Meski demikian juga terbuka kemungkinan jika areal hutan adat yang ada dikeluarkan dari dalam areal IUPHHK. Tapi pengakuan hutan adat harus didukung dengan adanya perda tentang masyarakat hukum adat seperti yang sudah diatur dalam UU No 41/1999 tentang Kehutanan dan UU No 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
“Bisa saja hutan adat di enclave. Tapi harus didukung dengan perda masyarakat adat,”. kata Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan usai memberi pidato kunci pada Lokakarya Nasional tentang Putusan Mahkamah Konstitusi No 35/PUU-X/2012 di Jakarta, kemarin, (29/8). Putusan tersebut intinya menegaskan, hutan adat bukanlah hutan negara.
Faktanya, lanjut dia, hingga saat ini baru ada delapan perda yang memberi pengakuan kepada masyarakat hukum adat. Itupun tidak dilengkapi oleh peta wilayah masyarakat hukum adat yang membuat Kemenhut belum bisa menindaklanjutinya dengan pemberian pengakuan hutan adat.
Zulkifli menegaskan, pihaknya akan berupaya untuk mencari solusi ideal soal hutan adat di dalam konsesi pengusahaan hutan. “Kita harus menghormati masyarakat hukum adat. Kita juga harus menghormati legalitas yang dimiliki oleh pemegang izin. Yang penting kita cari solusi yang paling baik untuk semua,” tuturrnya.
Dorong Kemitraan Masyarakat Adat