Solusi mengatasi lonjakan harga bawang yang ditawarkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan dinilai tidak akan efektif. Dahlan menginginkan BUMN untuk mengimpor bawang untuk stabilisasi harga.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengaku tak yakin dengan solusi tersebut. Stabilisasi harga bawang melalui mekanisme impor oleh perusahaan-perusahaan BUMN, dinilai hanya mendatangkan keuntungan bagi perusahaan pelat merah.
“Saya tidak percaya, hanya pindahan tempat saja, pindah rente ke BUMN (keuntungan). Solusinya bagaimana menciptakan mekanisme pasar yang sehat. Memberikan akses yang bebas untuk semua pelaku usaha,” tutur Enny di Warung Daun Cikini, Sabtu (16/3).
Enny melihat, jika akar masalahnya adalah pemburu rente yang bercokol di perusahaan-perusahaan impor swasta, ketika BUMN yang melakukan impor, maka pemburu rente ini akan pindah ke BUMN. “Jadi itu bukan solusi,” tegasnya.
Menurutnya, Bulog tidak perlu terlibat secara jauh untuk mengatur harga bawang karena komoditas ini bukan termasuk produk pangan strategis. “Tidak semua komoditas harus diatur. Ini bawang tidak strategis tidak pengaruhi hidup mati orang banyak,” tambahnya.
Di tempat yang sama, Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon mengatakan, impor produk hortikultura seperti bawang sebaiknya dilakukan oleh perusahaan pelat merah. Dengan demikian, praktik kartelisasi untuk perburuan rente bisa diminimalisir.
Namun, Fadli menyoroti persoalan masa lalu saat BUMN diberi hak istimewa impor produk pertanian. “(BUMN impor bawang) Bagus, asal Bulog dan RNI benar-benar transparan dan tidak berburu rente. Tapi BUMN juga harus transparan, jangan seperti di masa lalu menjadi bancakan dari partai penguasa,” tutur Fadli.
Ide Dahlan agar BUMN impor bawang takkan selesaikan masalah
