Badan Pusat Statistik (BPS) memiliki hajat besar sensus pertanian sepanjang Mei lalu. Namun, survei yang menentukan bagi pengambilan kebijakan bidang pertanian dan peternakan itu belum usai sampai sekarang.
Kepala BPS Suryamin menyatakan pengambilan data di beberapa daerah urung dilakukan. Rata-rata karena faktor alam seperti cuaca buruk dan medan yang berat.
“Kami melakukan verifikasi lagi karena ada beberapa kendala, pertama kendala alam, beberapa daerah seperti di Kaltim 2-3 daerah tidak bisa disensus karena banjir, Maluku ada ombak besar, di Mesuji ada konflik, dan geografi sulit di Papua,” ungkapnya di kantornya, Jakarta, Senin (3/6).
Alasan lain terlambatnya sensus tersebut lantaran faktor budaya. Warga yang disurvei adalah petani. Padahal mereka ketika pagi dan siang bekerja di sawah atau ladang.
“Masalah timing, begitu malam didatangi sudah tidur. Ini petani, memang begitu ya,” kata Suryamin.
Survei ini digelar serentak di seluruh Indonesia sejak 1 hingga 31 Mei. Dari pengakuan Suryamin, data yang masuk mencapai 99,6 persen. Dia berjanji hasilnya bisa dilansir secepatnya.
Data sensus nasional lima tahun lalu sempat menjadi kontroversi. Pasalnya, data ternak hidup, khususnya sapi dianggap keliru oleh pengusaha maupun kementerian lain, seperti Kementerian Perdagangan.
Data pertanian BPS yang menjadi polemik itu, oleh beberapa pihak dituding sebagai biang keladi munculnya kasus impor daging akhir tahun lalu.
Terhambat cuaca, sensus pertanian belum selesai