Jangan bayangkan orang berduyun-duyun naik truk, bus, atau mobil pribadi dengan bendera, atribut partai, dan tokoh dijagokan, seperti saban kampanye di Jakarta. Pemandangan semacam ini tidak akan Anda saksikan di Ibu Kota Kuala Lumpur, Malaysia.
Tidak ada kehebohan sepanjang perjalanan dari Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur hingga di jantung ibu kota negara jiran itu. Warga sepertinya tidak peduli terhadap pelaksanaan pemilihan umum ke-13 ini. Jadi jangan terlalu berharap debat atau diskusi berlangsung terbuka di warung-warung kopi, rumah makan, atau restoran.
Saya berupaya menguping pembicaraan warga Malaysia saat makan siang di sebuah restoran di stasiun kereta KL (Kuala Lumpur) Central. Tidak ada yang menarik buat disimak. Tak ada adu pendapat antara pendukung Perdana Menteri Najib Razak dan penyokong pemimpin oposisi Anwar Ibrahim.
Pegawai pemerintah bernama Hadi mengakui cara rakyat Malaysia menikmati demokrasi sangat berbeda dengan penduduk Indonesia. “Di sini tidak boleh kumpul-kumpul tanpa izin. Takut terjadi kegaduhan,” kata Hadi seperti dilaporkan Faisal Assegaf, Kamis (2/5). Kalau pun ada kampanye, itu pun berlangsung pada malam dan tidak boleh melebihi jam 23.00.
Banyak pihak meyakini pilihan raya kali ini paling sengit sepanjang sejarah Malaysia. Untuk pertama kalinya, peluang Najib dan Anwar menang pemilu berimbang.
Ini tidak lepas dari popularitas Anwar kian menanjak setelah Pengadilan Tinggi tiga tahun lalu memutuskan kasus sodomi dituduhkan mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad pada 1998 tidak terbukti. Padahal, karena dakwaan itu, Anwar mendekam di penjara enam tahun. Tudingan serupa disampaikan Mohamad Saiful Bukhari Azlan, juga mentah di pengadilan.
Poster kampanye dan bendera-bendera partai tidak tersebar luas. Lucunya, bendera-bendera Barisan nasional berwarna biru terbuat dari plastik diikat tali memenuhi kawasan permukiman. Persis seperti saat peringatan kemerdekaan Indonesia. Apalagi kelompok oposisi tidak memperoleh kesempatan serupa buat berkampanye lewat media.
Alhasil, pelaksanaan pemilihan umum di Malaysia tidak pantas disebut pesta demokrasi. Sebab, rakyat tidak antusias dan kegembiraan tidak terasa.
Pesta demokrasi Malaysia nan sunyi